Direktur Diktis: Perlu Menghidupkan dan Menjadikan Asosiasi Sebagai Pusat Ilmu Pengetahuan

Suasana hangat namun sarat wibawa terasa di Teatrikal FUPI UIN Sunan Kalijaga pada Minggu, 10 Agustus 2025. Ratusan akademisi, peneliti, dan mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi memenuhi ruangan untuk menghadiri pembukaan Konferensi ASILHA 2025.

Acara ini merupakan hasil kolaborasi strategis Program Studi Magister Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir (S2 IAT) UIN Sunan Kalijaga, Asosiasi Ilmu Hadis Indonesia (ASILHA), Universitas Ahmad Dahlan (UAD), dan UIN Sunan Kalijaga. Mengusung tema “From Manuscripts to Artificial Intelligence: Preserving the Hadith Legacy in the Digital Transformation”, forum ini menjadi ruang diskusi bagi para ilmuwan untuk menjembatani khazanah hadis klasik dengan peluang dan tantangan teknologi digital.

Dalam sambutannya, Prof. Sahiron, Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam Kemenag sekaligus dosen S2 IAT, menegaskan dua hal penting. Pertama, perlunya menghidupkan kembali dan memperkuat peran asosiasi program studi sebagai pusat pengembangan ilmu dan sumber daya manusia pada tingkat nasional. Kedua, harapan agar para akademisi hadis di Indonesia mampu menjadi motor penggerak keilmuan, belajar dari jejak para orientalis seperti Harald Motzki yang melahirkan teori Isnad Cum Matan dan menjadi rujukan dunia.

Konferensi yang digelar 10–12 Agustus 2025 di dua kampus—UIN Sunan Kalijaga dan UAD Yogyakarta—ini tak sekadar ajang temu ilmiah. Lebih dari itu, ia menjadi jembatan antara tradisi dan inovasi, mengajak peserta merenungkan bagaimana pelestarian hadis bisa diperkaya melalui teknologi kecerdasan buatan.

"Kolaborasi ini adalah bagian dari pengembangan keilmuan dan akademik, baik di level nasional maupun internasional," ungkap Dr. Ali Imron, M.S.I., Kaprodi S2 IAT UIN Sunan Kalijaga, di sela-sela acara.

Seiring berjalannya konferensi, diharapkan lahir gagasan-gagasan segar yang mampu mengokohkan warisan keilmuan hadis sekaligus mengantarkannya beradaptasi di era digital yang serba cepat.