At-Tafsīr wa al-Mufassirūn Karya Muhammad Husein Adz-Dzahabī: A Readers Guide

Oleh: Ahmed Zaranggi Ar Ridho

Buku yang berjudul At-Tafsīr wa al-Mufassirūn ini Ditulis oleh Muhammad Husein Adz-Dzahabi pada tahun 1365 H atau 1946 M dan merupakan hasil dari penelitian doktoralnya di Universitas Al-Azhar, Mesir. Tercermin dari judulnya, buku ini membahas kemunculan tafsir berikut perkembangan, corak dan metodenya, juga disertai dengan penjelasan mengenai kitab tafsir yang tersohor dari masa sahabat Nabi Saw. hingga masa kontemporer (masa Adz-Dzahabi hidup).

Selain merupakan karya ilmiah berbentuk disertasi, buku ini ingin menegaskan dan mengharapkan beberapa hal yang berkaitan dengan kajian Al-Qur’an dan Tafsir. Pertama, sebagai buku pertama yang mengawali pembahasan hulu-hilir perkembangan tafsir dan dinamikanya dalam khazanah keislaman. Kedua, menjadi satu ensiklopedi atas keragaman corak dan metode dalam kitab tafsir yang tersohor di kalangan umat Islam. Ketiga, membuka wawasan pembaca atas penafsiran dan pemikiran yang variatif sepanjang masa penafsiran Al-Qur’an, termasuk tafsir yang benar dan salah.

Secara resmi, buku ini diterbitkan oleh Dār al-Hadīth, Kairo pada tahun 1433 H atau 2012 M. Buku ini mulanya berjumlah dua jilid, yang ditulis semasa hidup penulisnya. Kemudian, selepas kewafatannya, satu jilid lagi diterbitkan dengan judul yang sama, sebagai jilid yang ketiga. Jilid yang terakhir ini merupakan hasil dari upaya seorang murid yang sekaligus anaknya yang bernama Mushtafa Muhammad Adz-Dzahabi. Ia telah melakukan penyusunan dan pengeditan berdasarkan tulisan-tulisan Adz-Dzahabi yang ditemui setelah masa wafatnya.

Pada Jilid pertama, buku ini membahas tiga perieodesasi penafsiran Al-Qur’an yang diawali dengan sebuah pendahuluan. Pada pendahuluan, dijelaskan tiga hal mendasar, yaitu: pengertian dan berbedaan antara tafsir dan takwil, tafsir Al-Qur’an menggunakan bahasa non-Arab dan hakikat tafsir Al-Qur’an. Selanjutnya, masuk pada periodisasi pertama (Bab 1), yaitu di masa Nabi dan para sahabat.

Pada masa ini dijelaskan bagaimana dan sejauh mana Nabi menafsirkan Al-Qur’an. Terbagi menjadi dua kelompok; mereka yang meyakini Nabi telah menjelaskan seluruh ayat Al-Qur’an dan mereka yang meyakini Nabi hanya menjelaskan sebagian kecil saja dari Al-Qur’an. Kemudian, dilanjutkan dengan penafsiran di era sahabat yang dilakukan oleh empat sahabat terkemuka, seperti: Abdullah bin Abbas, Abdullah bin Mas’ud, Ali bin Abi Thalib dan Ubay bin Ka’ab.

Kemudian, pada periode kedua (Bab 2), Adz-Dzahabi menjelaskan perkembangan tafsir di era tabi’in. Di era ini, ia membagi model penafsiran menjadi tiga madrasah utama; madrasah Mekkah, madrasah Madinah dan madrasah Irak. Mulai dari madrasah Mekkah yang digawangi oleh Ibnu Abbas, ditemukan para mufasir seperti: Sa’id bin Jabir, Mujahid bin Jabir, Ikrimah dan sebagainya.

Sementara di madrasah Madinah dipelopori oleh Ubay bin Ka’ab dan darinya dikenal tokoh seperti: Abul Aliyah, Muhammad bin Ka’ab dan Zaid bin Aslam. Adapun melalui madrasah Irak yang diawali oleh Ibnu Mas’ud tercatat nama seperti: Alqamah bin Qais, Masruq, Al-Aswad bin Yazid, Amir As-Sya’bi dan Al-Hasan Al-Bashri.

Pada periode ketiga (Bab 3), Adz-Dzahabi mengelaborasi tafsir di era kodifikasi (‘ushūrut tadwīn). Sub bab pertama menjelaskan urutan kodifikasi tafsir yang dilanjutkan dengan keterangan tafsīr bil Ma’thūr serta kajian tentang Isrā’illiyāt. Lalu menyebutkan kitab-kitab tafsir terkait seperti: Jāmi’ul Bayān fī Tafsīril Qur’ān, karya At-Tabarī, Bahrul ‘Ulūm, karya As-Samarqandī, al-Kasyfu wal Bayān ‘an Tafsīril Qur’ān, karya Ath-Tha’labī, Ma’ālim at-Tanzīl, karya Al-Baghawī, al-Muharrar al-Wajīz fī Tafsīril Kitāb al-Azīz, Karya Ibnu ‘Atiyah, Tafsīr Al-Qur’ān Al-Adzīm, karya Ibn Kathīr, Al-Jawāhirul Hasān fī Tafsīril Qur’ān, karya Ath-Tha’ālabī dan ad-Durr al-manthūr fī Tafsīr al-Ma’thūr, karya As-Suyūtī. Pada setiap pembahasan kitab disertai dengan penjelasan metode khas dari tiap kitab tafsir yang disebutkan.

Masih pada bab ketiga, sub bab kedua dijelaskan model lain dari tafsir yang disebut dengan tafsīr birra’yī. Setelah itu disebutkan rangkaian khsusus dan syarat yang diperlukan untuk penafsiran model ini sehingga menjadi boleh dan dibenarkan. Adapun kitab tafsir yang terpuji dibahas pada sub bab ketiga dan diistilahkan Adz-Dzahabi dengan tafsīr birra’yī al-Jā’iz (yang diperbolehkan).

Berikut sebagian kitab tafsir yang disebutkan: Mafātīhul Ghaib, Karya Fakhruddin Ar-Rāzī, Anwārut Tanzīl wa Asrārut Ta’wīl, Karya Al-Baidhawī, Madārikut Tanzīl wa Haqāiqut Ta’wīl, karya An-Nasafī, termasuk juga Tafsir Al-Jalālain, karya Jalaluddin As-Suyūthī dan Jalaluddin Al-Mahallī dan Rūhul Ma’ānī, karya Al-Ālūsī.

Pada sub bab keempat, kemudian dijelaskan karya tafsīr birra’yī al-Madzmūm (yang tercela) serta penafsiran dari kelompok-kelompok yang menyimpang. Kelompok pertama yang dibahas adalah Mu’tazilah, kemudian disertai dengan tafsir mereka, satu di antaranya adalah Al-Kasyāf ‘an Haqāiqut Tanzīl wa ‘Uyūnil Aqāwīl fī Wujūh at-Ta’wīl, karya Zamakhsyarī. Kemudian dijelaskan beberapa keyakinan Mu’tazilah terhadap penafsiran Al-Qur’an dan tema-tema yang menyimpang dalam penafsiran mereka. Ini menjadi akhir pembahasan dari jilid pertama.

Pada jilid kedua, dilanjutkan dengan membahas kelompok kedua, yaitu Syi’ah beserta pecahan darinya dalam kaitannya dengan tafsir Al-Qur’an. Terdapat empat golongan Syi’ah yang dikupas, yaitu Imāmiyyah Ithnā ashariyyah, Imāmiyyah Ismailliyyah (Batiniah), Bābiyyah-Bahā’iyyah dan Zaidiyyah. Adapun kitab tafsir yang disebutkan hanya dari kalangan Imāmiyyah Ithnā ashariyyah dan dari kalangan Zaidiyyah.

Selanjutnya membahas kelompok ketiga dari kalangan Khawarij. Kajian ini diawali dengan bagaimana posisi mereka dalam menafsirkan Al-Qur’an serta mendeskripsikan satu kitab tafsir Khawarij yang berjudul Haimān Az-Zād ilā Dār al-Ma’ād, karya Muhammad bin Yusūf Athfīsy.

Selanjutnya, Adz-Dzahabi membahas kelompok ketiga dari kalangan Sufi. Kemudian memaparkan metode dan penafsiran mereka yang dipelopori oleh Ibn ‘Arabi kemudian tafsir-tafsir Isyārī seperti: Tafsīr Ibn ‘Arabi dan Haqāiqut Tafsīr karya As-Sulamī. Dilanjutkan dengan kelompok tafsir Filosofis yang diarusutamakan oleh Al-Fārābī dan Ibn Sīnā, serta metode dan pengaruhnya dalam penafsiran Al-Qur’an.

Kemudian beralih pada kelompok tafsir Fuqaha’ disertai dengan penjelasan setiap Madzhab fiqh yang ada dalam penafsiran hukum-hukum dalam Al-Qur’an. Satu di antaranya adalah kitab tafsir Ahkāmul Qur’ān, karya Al-Jashāsh Al-Hanafī. Kemudian kelompok tafsir Saintis yang ditolak oleh Adz-Dzahabi dengan mengambil penjelasan Imam Asy-Syathibī.

Di antara Tafsir Saintis yang dibahas adalah Al-Jawāhir fī Tafsīril Qur’ān Al-Karīm, karya Thantawī Jauharī. Kemudian, kitab ini diakhiri dengan penafsiran di era kontemporer seperti karya Muhammad Abduh, Muhammad Rasyid Ridha dan Muhammad Mushtafa Al-Maraghi.

Melalui penjelasan ini, dengan melacak awal mula tafsir serta perkembangannya dengan beragam metode, corak dan madzhab, buku ini layak menjadi rujukan utama bagi siapapun yang ingin mencari pola dan peta kajian Tafsir Al-Qur’an beserta dinamikanya, khususnya para pengkaji Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir. Mengingat, kitab ini cukup komprehensif dan detail dalam memaparkan garis besar perkembangan tafsir dari era Nabi dan para sahabatnya hingga masa kontemporer (masa Adz-Dzahabi hidup). Serta, mengklasifikasikan mana saja kitab tafsir yang terpuji dan yang tercela disertai dengan argument khas penulisnya.